Jumat, 01 Februari 2013

Mafia Narkoba Kini Mulai Dekati Penegak Hukum

 Komisi Yudisial (KY) mengingatkan kepada seluruh hakim untuk waspada terhadap praktik mafia narkoba. Sebab, jaringan mafia narkoba kini mulai masuk ke ranah para penegak hukum.

"Memang sindikat sedang menggaet penegak hukum mulai dari polisi, jaksa dan hakim. Gunanya kalau ada apa-apa dia bisa minta tolong," ujar Wakil Ketua KY Imam Anshori Saleh di Jakarta, Jumat (1/2).

Imam mengatakan, bahaya penggunaan narkoba di kalangan penegak hukum dapat membawa dampak buruk yang sangat besar, yakni hancurnya cita-cita penegakan hukum untuk mewujudkan keadilan. Bahkan, menurut dia, jika sudah dapat mempengaruhi hakim, maka keadilan yang menjadi tujuan utama hukum tidak akan pernah tercapai.


"Hakim dapat menjatuhkan hukuman ringan kepada sesama pengguna narkoba. Selain itu juga ada semacam ketakutan kalau mengadili kasus narkoba karena semua orang melihat dia (hakim). Itu yang membuat dia tidak tenang waktu memutus," kata Imam.

Untuk itu, Imam berharap, seluruh pengadilan dapat melakukan pengawasan terhadap para hakim untuk mengindari dampak buruk narkoba. Salah satunya dengan rutin mengadakan tes urine.

"Kalau bisa dilakukan berkala yang tidak usah diumumkan setiap tiga bulan sekali," terang Imam.

Sebelumnya diberitakan, terdapat sejumlah hakim yang tertangkap tangan menggunakan narkoba yakni hakim Puji Wijayanto. Dia mengaku menghabiskan uang Rp 10 juta untuk berpesta narkoba.

Timnas Indonesia Belum Mampu Tampil Apik Menghadapi Irak

Timnas Indonesia bentukan PSSI Djohar Arifin, sadar diri jika mereka belum mampu tampil apik, jelang menghadapi Timnas Irak, di partai perdana PraPiala Asia 2015, Rabu (6/2/13).

Sebagai bukti, Tim Garuda besutan Nil Maizar yang sebagian besar dihuni oleh pemain yang berlaga di Kompetisi IPL, dipaksa menyerah dengan skor telak 5-0, saat melakoni uji coba kontra Timnas Yordania, Kamis (31/1/13).

Maka dari itu, Andik Vermansyah dkk hanya diminta untuk bermain sesuai arahan pelatih, tanpa harus memikirkan hasil akhir, karena yang dilawan adalah kekuatan besar di Asia.

Hal itu diungkapkan oleh Penanggungjawab Timnas Indonesia, Bernhard Limbong dalam keterangan pers di Kantor PSSI, sebelum timnas berlaga di Stadion Internasional King Abdullah, Amman, Yordania.

"Irak adalah salahsatu kekuatan besar sepak bola di Asia. Mereka pernah juara Piala Asia dan tentu pengalaman serta mental bertanding mereka di atas kita. Jika nanti kalah, ya kita harus kalah terhormat," ujar Limbong.

"Saya pun tak yakin kalau timnas diisi oleh pemain ISL, akan mampu mengimbangi kekuatan mereka. Yang jelas, kami berharap masyarakat tanah air tetap memberikan dukungan bagi timnas," tegas perwira tinggi TNI itu.

Duel kontra Irak merupakan ujian pertama Tim Merah Putih untuk menuju putaran final Piala Asia 2015, yang bakal dihelat di Australia.

Banten Bukanlah Budaya, Melainkan Tata Cara Beragama Hindu Bali

OM Swastiastu, OM Awighnam Astu...

Mohon bantuan kepada rekan umat SeDharma untuk menyebarkan informasi berikut ini..
Berikut kami memberikan penjelasan tentang Banten agar saudara kita yang beragama Kristen Katolik khususnya di Bali yang juga menggunakan banten bisa paham kenapa Banten itu adalah milik agama Hindu khususnya Hindu Bali dan tidak boleh dipergunakan di agama lain. Jadi kalau anda yang beragama kristen katolik yang masih memakai banten dalam aktifitas keagaaman, kami sarankan anda pindah kembali menjadi agama Hindu. 


Banten bukanlah budaya, melainkan tata cara beragama Hindu Bali. BANYAK ORANG SALAH KAPRAH MENGENAI BANTEN DAN MENGATAKAN BAHWA BANTEN ADALAH BUDAYA, ITU SUATU KEKELIRUAN YANG BESAR DAN ISTILAH BUDAYA BANTEN ITU DISEBARKAN OLEH PARA MISIONARIS DARI KEPERCAYAAN LAIN/AGAMA LAIN YANG MEMPUNYAI MAKSUD DAN TUJUAN TERTENTU, MAKA DARI ITU DI GAUNGKANLAH BAHWA BANTEN ADALAH BUDAYA BUKAN BAGIAN DARI AGAMA HINDU BALI.

Dasar kami berjalan adalah dengan acuan sebagai berikut :

Dalam “Lontar Tapeni” disebutkan bahwa upakara merupakan simbol-simbol yang mengandung nilai-nilai magis dan memiliki bagian-bagian seperti adanya Tri Angga antara lain:
a) Semua bentuk daksina adalah merupakan simbul kepala (hulu) yang merupakan kekuatan dan sumber pengatur.
b) Semua bentuk ayaban seperti pengambeyan, dapetan adalah merupakan simbul badan, dan jerimpen adalah simbul tangan, semua bentuk tebasan dan sesayut adalah semua bentuk perut.
c) Semua bentuk lelaban seperti, caru segehan adalah simbul pantat dan kaki.

Uraian tersebut ditegaskan dalam Tutur Tapeni sebagai berikut:
"Apan Widhi widana juga ngaran banten, bang ngaran sang Hyang Prajapati (Widhi), anten ngaran inget, ngaran eling, ling ngaran tunggal, ngaran kimanusa anunggal lawan widhi".

"Iki paribasa Widhining yajna, luir ipun, yajnaadruwe prabhu (hulu), tangan, dada muah suku manut manista, madya motama. Daksina pinaka hulunia, jerimpen karopinaka asta karo sehananing banten ring areping Widhini pinaka angga, sahananing palelabahan pinaka suku".

Sebab Widhi Widana juga bererti banten, bang disebut dengan Sang Hyang Prajapati, anten artinya ingat, eling ling, artinya satu, disebut sebagai manusia yang senantiasa menyatu dengan Sang Hyang Widhi.
Yadnya ini sebagai penggambaran Tuhan, seperti yajna memiliki kepala, tangan, dada dan kaki sesuai konsep nista, madya, utama. Daksina sebagai kepalanya, kedua jerimpen sebagai bahu, seluruh banten yang ada di atas merupakan penggambaran seluruh badan Sang Hyang Widhi, dan semuapelelaban merupakan kaki beliau.

Selanjutnya dalam Lontar Tutur Yajna Prakerti ada juga uraian tentang simbolisasi dan makna bantentersebut antara lain bunyinya:
"Ika nimitan ing Widhi-Widana araniya, ikang sarwa babanten, apaniya dadi lingga, dadi saksi, dadi caya, dadi cihnan ing wang astiti bhakti ring Widhi. Panggalaniya ya ring raga sarira juga stana ini Widhin anuksma, ring bhumi nggwan ing astute, nggwan ing stungkara, nggwan ing Umastawa sira.
Karan ing Widhi-Widhana nga, Bhatara; Wi nga, suksma; dhana nga, sakala nyalankara. Kalinganiya ikang babanten juga pinaka reka rupa warnan ira Bhatara, rinekeni rupa kadi tingkah ing kawongan, pada sowong-sowang"

Itu disebutkan sebagai Widhi-Widhana, semua dari bebanten, merupakan symbol lingga, menjadi saksi, menjadi cahaya/sinar menjadi cirri-ciri orang yang bhakti kepada Widhi.
Itu sebabnya Widhi-widhana/ banten disebut Bhatara. Wi artinya suksma/disucikan; Dhana artinya nyata-nyata ada.
Makna banten juga sebagai perwujudan bharata, yang diteladani oleh manusia didalam bertingkah laku.
Memperhatikan penjelasan isi lontar tersebut banten yang dipergunakan sebagai sarana persembahan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi penuh dengan makna simbol-simbol. Segala perasaan dan keinginan yang ingin disampaikan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi disampaikan dalam bentuk simbolisasi.Banten secara keseluruhan merupakan penggambaran Ida Sang Hyang Widi secara utuh. Banten juga merupakan lingga (tempat berstananya Ida Sang Hyang Widi), banten adalah perwujudan ketulusan hati, banten juga merupakan perlambang cahaya yang menerangi hati nurani manusia.

Selain itu kami juga mengacu kepada Keputusan pesamuhan agung PHDI pada tahun 2003 butir ke VI yang mengatakan bahwa :

VI. BANTEN

Upacara (yajna) adalah pilar yang keenam dari dharma seperti dikatakan didalam Atharva Veda XII, 1, 1. banten juga adalah persembahan yajna. Didalam Gita X, 25 Sri Krisna bersabda bahwa dari semua persembahan, Aku adalah sembah meditasi yang hening (yajnanam japayajno’smi). Akan tetapi selera dan kecenderungan setiap orang tidak sama. Di dalam agama Hindu, semuanya diakomodasikan dengan baik, seperti dengan jelas dikatakan oleh Abinash Chandra Bose didalam The Call of the Veda :

"Yajna adalah upacara Veda dengan memberikan persembahyangan didalam api yajna yang dinyalakan diatas altar. Upacara yang lain adalah persembahan air Soma. Apapun nama dewata yang disembah, upacaranya sama saja.

Upacara Veda sangat indah, disertai dengan nyanyian (irama Sama Veda sangatlah musikal) dan juga peran (acting). Ada upacara sederhana untuk yajna rumah tangga (agnihotra), ada juga yajna besar di dalam hubungannya dengan musim, di tempat terbuka dan dihindari banyak orang.

Warna politik diberikan kepada upacara misalnya didalam institusi asvameda (upacara kurban kuda yang biasanya didahului oleh tantangan kepada negara tetangga didalam turnamen adu senjata) dan rajasuya (yang biasanya dimanfaatkan oleh raja diraja untuk memperoleh penghormatan dari jajahannya). Karena institusi umum yang besar, yajna mengembangkan upacara yang menambah menariknya sisi seremonial dari sembah ini. Bahagian yang formal dari sembah ini akhirnya dikenal dengan nama karmakanda, yaitu "bahagian tindakan" dari agama.

Gagasan mengenai yajna akhirnya diperluas dengan diterimanya sistim mahayajna sebagai tambahan dari agnihotra yang biasa diselenggarakan seperti pengajaran Veda (brahmayajna), pelayanan kepada tamu (nriyajna), menghaturkan santapan kepada makhluk yang lebih rendah (bhutayajna) dan pelayanan atau persembahan kepada leluhur (pitriyajna) diakui sebagai mahayajna.

Bhagavad Gita dengan caranya yang luar biasa membedakan semangat yajna dari bentuk-bentuknya. Apabila semangatnya diterima maka bahagian material dari yajna yang berhubungan dengan api, minyak, persembahan, bisa diartikan secara harfiah tetapi juga secara simbolis dan figurative. Bahkan didalam Veda kita melihat yajna dijalankan didalam arti figurative-nya. Perohanian gagasan yajna adalah menjaga keserasian gagasan pemikiran Hindu. Institusi yajna sebagai upacara (ritual) memiliki kekhususannya sendiri. Disatu pihak dia menekankan unsur yang nyata dari agama Veda. Kesan megah dari kobaran api, aroma yang manis dari gehi yang terbakar, sesajen dan persembahan makanan, soma yang dilumatkan dan semua bahagian dari yajna memiliki akibat langsung dan menyucikan terhadap para penyembahnya. Dan tindakan para pinandita-nya, nyanyian dan musiknya serta tindakan bersama yang membawa permohonan yang segera, tentunya memiliki nilai yang tidak kecil."

Hal-hal yang disampaikan diatas memang cocok untuk memberikan gambaran suasana di Bali dan pemecahannya, yaitu kita juga dibenarkan untuk menjalankan yajna yang simbolis dan figurative. Dilihat dari segi upacara, Hindu memang demikian, baik di India atau dimana saja. Hanya di Bali pengembangannya menjadi terlalu jauh, dimana satu tattva dikembangkan menjadi berbagai hal dan setiap sub-bahagian dijabarkan lagi menjadi hal yang lebih rinci. Canang sari, daksina, gayah dan lain-lain tentulah hasil penjabaran seperti itu.

Pengembangan yang terlalu jauh ini membawa konsekwensi menjadi demikian banyak dan beragamnya sesajen, yang pada akhirnya menjadikannya sudah tidak segar lagi. Padahal, di dalam setiap upacara bahkan juga upacara Ruwat yang masih berjalan di Jawa pada saat ini, prasadam, surudan atau sesajen yang telah dihaturkan menjadi rebutan umat pada saat upacara telah selesai. Semuanya bisa dimanfaatkan dan dianggap sebagai sesuatu yang memiliki tuah dan dibawa pulang. Hal ini berlainan dengan upacara di Bali dimana, karena terlalu banyak dan dengan bahan-bahan (buah, kembang, dedaunan, dll) yang dibagi/dipotong-potong, menjadikannya semakin cepat rusak dan tidak layak untuk di"surud", apalagi untuk persembahan.

Pesamuhan Agung merekomendasikan, seharusnyalah setiap persembahan, dibuat dari bahan yang segar, sederhana dan seminimal mungkin sesuai dengan sastra, sehingga sehabis upacara layak menjadi surudan/prasadam. Keharusan membuat persembahan/banten dengan bahan yang segar akan dengan sendirinya membawa kepada penyederhanaannya. Pembuatan isi banten/persembahan dengan bahan-bahan yang segar dengan sendirinya akan membawa kepada penilaian ulang tentang cara-cara pembuatannya. Semua ini tetap akan membawa kita kepada jiwa dari setiap pembaharuan agama, bahwasannya, hanyalah hal-hal yang cohenret dengan apa yang diajarkan di dalam Veda sajalah yang patut dipertahankan.

Selasa, 29 Januari 2013

Damek, Sumpit Ampuh Pengusir Penjajah

Di masa penjajahan Belanda, Kalimantan yang berhutan lebat jadi kawasan paling ditakuti para kumpeni. Meskipun persenjataan mereka sangat lengkap dan canggih di masa itu. Apa alasannya ?

Penyebab yang membuat pihak penjajah gentar itu adalah anak sumpit yang beracun milik prajurit-prajurit Dayak. Sebelum berangkat ke medan laga, mereka mengolesi mata anak sumpit dengan getah pohon ipuh atau pohon iren. Dalam kesenyapan, mereka beraksi melepaskan anak sumpit yang disebut damek.

"Makanya, tak heran penjajah Belanda bilang, menghadapi prajurit Dayak itu seperti melawan hantu," tutur Pembina Komunitas Tarantang Petak Belanga, Chendana Putra.

Tanpa tahu keberadaan lawannya, tiba-tiba saja satu per satu serdadu Belanda terkapar, membuat sisa rekannya yang masih hidup lari terbirit-birit. Kalaupun sempat membalas dengan tembakan, dampak timah panas ternyata jauh tak seimbang dengan dahsyatnya anak sumpit beracun.

Tak sampai lima menit setelah tertancap anak sumpit pada bagian tubuh mana pun, para serdadu Belanda yang awalnya kejang-kajang akan tewas. Bahkan, bisa jadi dalam hitungan detik mereka sudah tak bernyawa. Sementara, jika prajurit Dayak tertembak dan bukan pada bagian yang penting, peluru tinggal dikeluarkan. Setelah dirawat beberapa minggu, mereka pun siap berperang kembali.

Penguasaan medan yang dimiliki prajurit Dayak sebagai warga setempat tentu amat mendukung pergerakan mereka di hutan rimba.

"Karena itu, pengaruh penjajahan Belanda di Kalimantan umumnya umumnya hanya terkonsentrasi di kota-kota besar tapi tak menyentuh hingga pedalaman," Chendana.

Tak hanya di medan pertempuran, sumpit tak kalah ampuhnya ketika digunakan untuk berburu. Hewan-hewan besar akan ambruk dalam waktu singkat. Rusa, biawak, atau babi hutan tak akan bisa lari jauh. "Apalagi, tupai, ayam hutan, atau monyet, lebih cepat lagi," katanya.

Bagian tubuh yang terkena anak sumpit hanya perlu dibuang sedikit karena rasanya pahit. Uniknya, hewan tersebut aman jika dimakan. "Mereka yang mengonsumsi daging buruan tak akan sakit atau keracunan," kata Chendana.
Baik hewan maupun manusia, setelah tertancap anak sumpit hanya bisa berlari sambil terkencing-kencing.
"Bukan sekadar istilah, dampak itu memang nyata secara harfiah. Orang atau binatang yang kena anak sumpit, biasanya kejang-kejang sambil mengeluarkan kotoran atau air seni sebelum tewas," pungkas Chendana.

Rabu, 23 Januari 2013

6 Dampak Perubahan Iklim Semakin Terasa

Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), selama abad 20, Indonesia mengalami peningkatan suhu rata-rata udara di permukaan tanah 0,5 derajat celcius. Jika dibandingkan periode tahun 1961 hingga 1990, rata-rata suhu di Indonesia diproyeksikan meningkat 0,8 sampai 1,0 derajat Celcius antara tahun 2020 hingga 2050.

Kondisi ini merupakan dampak dari perubahan iklim yang terjadi di Bumi. Selain suhu yang meningkat, apalagi dampak perubahan iklim pada hidup kita?
 
1. Harga pangan meningkat
Untuk beberapa dekade mendatang, para pakar memprediksi hasil tanaman pangan mulai dari jagung hingga gandum, beras hingga kapas, akan menurun hingga 30 persen. Hasil yang menurun ini berujung pada peningkatan harga pangan. Sebab, akan ada proses, penyimpanan, dan transportasi pangan yang membutuhkan air dan energi lebih.

2. Siklus yang tidak sehat
Meningkatnya suhu ditambah dengan populasi global akan mencuatkan permintaan energi. Ini akhirnya berujung pada produksi emisi yang menyebabkan perubahan iklim dan, ironisnya, memicu lebih banyak lagi emisi. Sedangkan curah hujan, diproyeksikan akan menurun sebanyak 40 persen di beberapa lokasi. 

3. Rusaknya infrastruktur
Perubahan iklim memicu lebih banyak cuaca ekstrem yang menghasilkan bencana. Seperti yang terjadi di DKI Jakarta pada Januari hingga Februari 2013.

Hujan dalam intensitas tinggi menyebabkan banjir besar di pertengahan Januari. Ibu Kota Indonesia ini lumpuh ketika nyaris semua titik jalannya terendam banjir, termasuk pusat pemerintahan di Jakarta Pusat. Jalan dan bus transportasi umum yang merupakan infrastruktur penting bagi warga Jakarta tidak lagi berfungsi.

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyebut, 15.423 jiwa harus mengungsi. Daerah yang terendam meliputi 720 RT, 309 RW, 73 Kelurahan, dan 31 Kecamatan.

4. Berkurangnya sumber air
Membludaknya jumlah penduduk menyebabkan tingginya permintaan air. Ini menimbulkan penyedotan besar-besaran terhadap sumber air yang ada. Khusus untuk Jakarta, naiknya muka air laut dapat membuat batas antara air tanah dan air laut semakin jauh ke daratan. Sehingga mencemari lebih banyak sumber air minum.

5. Meningkatnya penyakit pernapasan
Perubahan iklim juga menyebabkan polusi udara yang akhirnya menurunkan fungsi dari paru-paru. Di kota besar seperti New York City, Amerika Serikat, kasus asma akan meningkat sebanyak sepuluh persen.

6. Bencana hidrologi
Bencana alam, hasil dari perubahan iklim, meningkatkan badai dan cuaca ekstrem. Hanya beberapa kota di dunia yang mempunyai sistem penanggulangan yang cukup baik untuk bencana-bencana tersebut.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...